Protected by Copyscape DMCA Takedown Notice Violation Search

Kamis, 15 Desember 2011

Ibnu al-Haitham : Penemu Kamera Obscura

Ibnu al-Haitham : Penemu Kamera Obscura


SURAT kabar terkemuka di Inggris, The Independent pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk ”Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia.” The Independent menyebut sekitar 20 penemuan penting para ilmuwan Muslim yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera obscura.
Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.
Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura.
Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.
Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ”ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.
“Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.
Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.
Bradley Steffens dalam karyanya berjudul Ibn al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.
Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).
Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.
Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya – yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.
Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.
Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.
Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura
Tahukah Anda, kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara ? Istilah itu muncul berkat kerja keras al-Hatham. Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali al-Hasan Ibnu al-Hasan Ibnu al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.

Sejak kecil al-Haitham ydikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah. Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir.
Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat.
Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.
Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen – begitu dunia Barat menyebutnya – juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.
Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.
Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.
Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.
Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light On Twilight Phenomena, al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.
Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.
Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang terisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab al-Manazhir , tidak diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin.

Selasa, 13 Desember 2011

Tentang Kamera


Tentang Kamera


Kamera adalah alat yang dipakai untuk merekam gambar suatu objek yang kemudian dikatakan foto sebagai hasil akhirnya. Kamera bekerja dengan cara kerja optik, cahaya suatu benda masuk ke badan kamera melalui lensa, memantulkannya di film atau sensor kamera, dengan mengatur banyaknya cahaya yang masuk, mengatur komposisi foto, dan ketajaman gambar, jepret; jadilah foto hasil jepretan anda.

Fungsi kamera
Add caption
Kamera merupakan andalan fotografer dalam mengambil gambar. layak tidaknya suatu foto dikatakan bagus tergantung dari pengetahuan si fotografer, baik itu teknik memotret atau pengetahuan bagian-bagian kameranya serta cara mengoperasikannya. Banyak sekali merek dan tipe kamera diluar sana, masing-masing dengan fitur dan keunggulannya masing-masing, tapi pada dasarnya teknik pengoperasiannya dan fungsi-fungsi dasarnya adalah sama pada tiap kamera yang berbeda. Sebelum lebih jauh membahas soal fungsi dasar kamera, ada baiknya kita perlu tahu dulu jenis-jenis kamera.

Kamera SLR
Add caption
Berbicara tentang jenis kamera tentulah ada berbagai macam jenis kamera, tapi yang paling sering digunakan saat ini adalah kamera digital. Masih ingat dengan kamera film? kamera yang sudah jarang sekali digunakan saat ini, kamera yang serba otomatis dan masih menggunakan film. Tinggal masukkan film, hidupkan, bidik, jepret,dan pasti jadi setelah di cuci cetak. Kamera ini disebut kamera poket karena ukurannya yang kecil dan simpel. Kamera poket sekarang sudah tidak lagi menggunakan film tapi menggunakan sensor digital untuk menangkap objek cahaya. Berbagai fitur telah ditanamkan langsung pada kamera jenis ini, sehingga penggunanya hanya tinggal memilih hendak memotret memakai mode apa dan jepret, hasilnya bisa langsung dilihat di layar LCD kamera. Jika hasilnya jelek, tinggal dihapus dan foto ulang.


Bagi yang hobi motret, penggunaan kamera poket digital kurang diminati, karena terlalu “otomatis”. Penguasaan kamera dan kemampuan bereksperimen dengan kamera merupakan suatu daya tarik tersendiri dalam fotografi. Berbagai teknik memotret dapat dilakukan dengan menyesuaikan setingan kamera kita dan hanya dapat dilakukan pada kamera dengan mode manual. Sebelum era digital, kamera yang digunakan adalah kamera SLR (Single Lens Reflex). Fasilitas kamera ini antara lain mempunyai kecepatan rana maksimum, aturan pemakaian ISO (ukuran kecepatan film), alat ukur pencahayaan (exposure meter), tombol bidik otomatis (self timer), dudukan kaki tiga (tripod), dan lensa yang bisa diganti-ganti. Kelemahan kamera jenis ini adalah pada biaya pengoperasiannya. Untuk mendapatkan satu foto kita harus membeli dulu film. Setelah digunakan, film tersebut dicuci, utuk bisa diedit di komputer sebelumnya harus discan, baru kemudian dicetak. Kelebihannya, warna yang dihasilkan dari kamera film ini lebih alami.

Kamera DSLR
Add caption
Seiring perkembangan jaman, penggunaan kamera SLR akhir-akhir ini mulai ditinggalkan. Mengingat banyaknya biaya yang harus dikeluarkan dan ketidakpraktisannya. Yang menjadi trend sekarang adalah penggunaan kamera DSLR (Digital Single Lens Refleks) dimana berbagai kelebihan dan kemudahan bisa didapatkan seorang fotografer dengan kamera jenis ini. Dengan hasil foto ukuran besar (>10 pixel), pengaturan ISO yang lebih besar, frame per shoot yang banyak, dukungan berbagai aksesori kamera, dan fitur-fitur lainnya membuat kamera ini menjadi idola para fotografer. Kelemahan dari kamera ini hanyalah pada harganya yang “sangat mahal” namun setara dengan fitur dan manfaatnya.


Ingatlah selalu bahwa foto bagus bukan ditentukan oleh kameranya, tapi orang dibalik kamera tersebut.

Image Stabilizer, fitur penting pada kamera digital

Image Stabilizer, fitur penting pada kamera digital



Salah satu fitur penting yang berpengaruh pada kualitas hasil foto adalah image stabilizer atau penstabil gambar.Fungsi fitur ini adalah untuk meredam getaran tangan (hand shake) saat memotret yang berpotensi membuat hasil foto menjadi blur. Sering tanpa disadari, tangan kita sebenarnya tidak bisa benar-benar kokoh dalam menggenggam kamera.
Prinsip kerja fitur ini adalah dengan mengandalkan sebuah gyrosensor yang mendeteksi getaran pada kamera dan melakukan kompensasi secara mekanik untuk meredam getaran itu. Para produsen kamera menganut dua versi kompensasi mekanik yang berbeda, yaitu dengan prinsip lens-shift (menambahkan elemen stabilizer pada lensa) dan sensor-shift (stabilizer dipadukan pada sensor). Keduanya meski berbeda secara teknis namun pada prinsipnya sama saja.
Sistem stabilizer yang paling umum dijumpai adalah stabilizer dengan prinsip lens-shift yang tertanam pada lensa. Sebagian besar kamera digital bahkan lensa kamera DSLR pun memakai stabilizer berjenis ini. Prinsipnya, getaran tangan yang dideteksi oleh sensor akan diproses secara digital lalu elemen stabilizer pada lensa akan digerakkan secara berlawanan arah terhadap arah getaran tangan.
Berbeda seperti prinsip lens-shift, pada kamera dengan prinsip sensor-shift sistem stabilizer dipadukan dengan sensor kamera itu sendiri. Jadi sensor pada kamera yang menganut prinsip sensor-shift bisa bergerak untuk mengimbangi getaran tangan yang terdeteksi. Sebagian besar kamera DSLR seperti Pentax, Sony dan Olympus menerapkan sistem ini sehingga fitur stabilizer bisa digunakan dengan apapun lensa yang dipakai.
Penamaan fitur image stabilizer ini bisa berbeda-beda untuk tiap merk kamera, meski secara prinsip sama saja :
  • Canon             : Image Stabilizer (IS), termasuk pada lensa DSLRnya
  • Nikon              : Vibration Reduction (VR), termasuk pada lensa DSLRnya
  • Panasonic        : Optical Image Stabilizer (OIS)
  • Pentax             : Anti Shake (AS)
  • Sony                : Super Steady Shot (SSS)
  • Merk lain         : memakai nama generik yaitu Image Stabilizer (IS)
Sedangkan produsen lensa third party juga mulai menyediakan fitur stabilizer pada sebagian lensa mereka seperti :
  • Tamron            : Vibration Correction (VC)
  • Sigma              : Optical Stabilizer (OS)
Pada kondisi seperti apakah fitur stabilizer ini terasa manfaatnya?
 Paling tidak ada dua kondisi yang membutuhkan adanya fitur stabilizer, yaitu saat memotret memakai kecepatan rendah dan saat memakai lensa dengan fokal panjang (tele). Memang getaran tangan saat memotret tidak selalu berakibat pada hasil foto menjadi blur. Apaalaagi pada saat memakai kecepatan shutter yang tinggi, getaran yang dialami oleh kamera tidak berdampak apa-apa karena waktu antara tombol rana ditekan hingga foto diambil hanya dalam kisaran mili detik. Namun saat memakai kecepatan rendah, misalnya 1/20 detik atau lebih lambat, getaran tangan akan mulai berpotensi mengganggu. Bahkan saat memakai kecepatan sangat rendah seperti 1 detik, penggunaan fitur stabilizer sudah tidak efektif lagi dan untuk itu perlu memakai tripod.

Ada satu pedoman klasik dalam fotografi dimana untuk menghasilkan foto yang terhindar dari blur akibat getaran tangan, gunakanlah kecepatan shutter yang berkebalikan dengan posisi panjang fokal yang digunakan. Jadi misal kita memakai lensa dengan fokal 300mm, maka dibutuhkan nilai kecepatan shutter sekurangnya 1/300 detik untuk hasil yang aman dari blur. Dengan kata lain, bila memakai kecepatan shutter yang lebih rendah dari 1/300 detik maka hasil foto beresiko blur. Bandingkan bila memakai lensa wide dengan fokal misalnya 30mm. Sesuai pedoman di atas, maka diperlukan kecepatan shutter 1/30 detik supaya hasil foto tidak blur. Kesimpulannya, semakin panjang fokal lensa maka potensi blur akibat getaran tangan semakin besar. 

Bagaimana membuktikan kalau fitur stabilizer ini benar-benar bekerja sesuai teorinya?


Prinsipnya, dengan memakai fitur stabilizer, kita bisa memotret dengan kecepatan shutter yang lebih rendah bisa dibanding dengan memakai kamera tanpa fitur stabilizer. Jadi untuk membuktikan kinerja fitur ini cukup mudah, yaitu dengan mencoba memotret dengan kecepatan rendah. Produsen biasanya mengklaim kalau fitur stabilizer buatannya mampu bekerja antara 2 sampai 4 stop lebih rendah. 

Contoh kasus, misalnya bila tanpa stabilizer kita hanya bisa memotret dengan kecepatan terendah 1/100 detik (bila lebih rendah dari itu hasilnya akan goyang), lalu saat memakai stabilizer kita bisa memakai kecepatan hingga 1/20 detik, maka artinya efektivitas fitur stabilizer tersebut sekitar 2 stop lebih rendah.

Fitur stabilizer pun bisa dimanfaatkan untuk menstabilkan getaran tangan saat merekam video. Meski tidak berlaku untuk semua kamera digital, tapi umumnya fitur stabilizer bisa berfungsi baik saat memotret maupun merekam video. Tanpa fitur stabilizer, getaran tangan bisa terlihat saat video yang direkam itu diputar ulang. Getaran akan tampak lebih parah saat fokal lensa yang digunakan cukup panjang.

Tips memaksimalkan fitur stabilizer

Fitur stabilizer ini bertujuan membantu meredam getaran tangan, adapun hasilnya sangat bervariasi tergantung akan banyak faktor. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendapat hasil yang maksimal dari fitur stabilizer ini :
  • Kebanyakan orang merasa dengan telah memiliki kamera berfitur stabilizer, dia bisa memotret dengan kondisi tangan yang bergerak-gerak. Padahal sebelum memotret pastikan posisi tubuh dan tangan sudah diam dan stabil. Ini akan mempermudah fungsi stabilizer dalam bekerja.
  • Fitur stabilizer mulai bekerja saat tombol rana ditekan setengah, dan untuk mencapai kinerja terbaik fitur ini perlu sedikit waktu. Untuk itu jangan langsung menekan tombol rana terlalu cepat karena ada kemungkinan foto diambil saat fitur ini belum mencapai hasil terbaiknya.
  • Saat memotret tanpa tripod, hindari memakai kecepatan shutter yang terlalu rendah. Semakin rendah kecepatan shutter maka kerja stabilizer akan semakin berat. Pada kecepatan sangat rendah fitur stabilizer sudah tidak ada gunanya, itulah mengapa dibutuhkan tripod.
  • Karena adakalanya meski sudah memakai stabilizer hasilnya masih juga blur, ada baiknya memakai fasilitas multi shot. Misalnya ambil tiga atau empat secara sekaligus, lalu pilih foto yang terbaik. Dengan demikian peluang medapat foto yang tajam semakin besar.

Istilah-istilah dan Penggolongan Lensa Kamera

Istilah-istilah dan Penggolongan Lensa Kamera


Lensa merupakan bagian utama dari kamera yang terdiri atas susunan elemen optik yang berfungsi untuk menangkap gambar di depan kamera sehingga bisa diterima oleh sensor atau film. Pada kamera saku maupun kamera prosumer, lensa ini dibuat menyatu dengan bodi kamera, namun lensa yang digunakan pada kamera SLR dijual terpisah. Baik lensa yang menyatu dengan kamera ataupun lensa khusus kamera SLR, keduanya memiliki kesamaan dalam prinsip kerja, desain optik serta karakteristiknya. 

Lensa yang berkualitas tinggi memiliki kemampuan untuk memberikan hasil yang memuaskan dalam hal ketajaman, kontras maupun warna. Untuk menilai performa lensa para produsen menggunakan MTF chart yang bisa memberi gambaran kualitas lensa. Berkat teknologi manufaktur lensa modern dengan bantuan komputer, lensa masa kini semakin berkualitas dan sudah dilengkapi dengan fitur modern seperti lapisan khusus yang bisa meningkatkan ketajaman dan meredam flare. Dalam memilih lensa yang baik, diperlukan pemahaman dasar akan istilah-istilah yang umum dijumpai pada lensa, sekaligus mengenali pembagian atau penggolongan lensa berdasarkan jenisnya.

Panjang fokal (Focal Length)

Dalam membahas tentang lensa, hal pertama yang dilihat dari sebuah lensa adalah panjang fokal lensa. Secara difinisi, panjang fokal menandakan seberapa jarak antara sensor (atau film) terhadap lensa, saat kamera memfokus ke tak terhingga (infinity). Untuk menunjukkan panjang fokal lensa ini digunakan satuan milimeter (mm). Dalam pemahaman yang lebih umum, panjang fokal lensa menunjukkan seberapa besar sudut gambar (picture angle atau angle of view) yang bisa dihasilkan oleh sebuah lensa. Sudut gambar inilah yang akan menentukan luasnya bidang gambar yang bisa didapatkan pada panjang fokal tertentu. Perhatikan :
  • - Fokal lensa yang pendek (misal 28mm) menghasilkan sudut gambar yang besar sehingga mampu mendapat bidang gambar yang luas atau lebar (wideangle). Semakin pendek fokalnya maka semakin luas bidang gambar yang bisa dihasilkan. Maka lensa 18mm bisa disebut lebih ‘wide’ daripada lensa 28mm.
  • - Fokal lensa yang panjang (misal 200mm) menghasilkan sudut gambar yang kecil sehingga mampu mendapat bidang gambar yang sempit, cocok untuk keperluan foto jarak jauh (telephoto). Semakin panjang fokalnya maka semakin jauh kemampuan tele yang dimiliki lensa tersebut. Jadi lensa 400mm bisa disebut lebih ‘tele’ dari lensa 200mm.
Lensa yang panjang fokalnya dianggap sama dengan bidang gambar yang dilihat oleh mata manusia (sudut gambaarnya sekitar 46o) adalah lensa 50mm, sehingga lensa dengan fokal 50mm biasa disebut sebagai lensa normal. Lensa dengan fokal yang lebih kecil dari 50mm disebut lensa wide, benda yang difoto dengan lensa wide hasilnya akan tampak lebih jauh daripada kenyataannya. Lensa dengan fokal yang lebih besar dari 50mm disebut lensa tele, benda yang difoto dengan lensa tele hasilnya akan tampak lebih dekat daripada yang semestinya.

Jadi berdasarkan panjang fokal, setidaknya kita mengenal tiga jenis lensa yaitu lensa wide, lensa normal dan lensa tele. Lensa wide cocok dipakai untuk mendapat foto dengan kesan luas, seperti pemandangan ataupun arsitektur. Sedangkan lensa tele cocok untuk memotret benda yang jauh seperti saat outdoor atau meliput acara pertandingan olahraga. Lensa normal sendiri lebih cocok dipakai untuk potret wajah atau kebutuhan lain yang memerlukan sudut gambar normal. 
Lensa Fix dan Lensa Zoom

Bila ditinjau dari desain fokalnya, lensa bisa digolongkan menjadi dua kelompok utama. Yang pertama adalah lensa fix / prime (punya panjang fokal yang tetap) dan kedua adalah lensa zoom / vario (punya panjang fokal yang bisa dirubah).
Lensa fix punya ukuran yang kecil, dengan sedikit elemen optik dan sesuai namanya, lensa fix hanya memiliki panjang fokal yang tetap. Lensa fix tersedia untuk berbagai macam panjang fokal mulai seperti :
  • - Lensa fix wideangle (24mm, 35mm)
  • - Lensa fix normal (50mm, 60mm)
  • - Lensa fix telephoto (85mm, 105mm)
Lensa zoom sendiri memiliki kelebihan dibanding lensa fix yaitu punya rentang fokal yang bisa dirubah, dari fokal terpendek hingga fokal terpanjang. Kemampuan zoom lensa diukur dengan membandingkan fokal terpanjang terhadap fokal terpendeknya, contoh bila lensa zoom 28-280mm maka panjang fokal terpendek adalah 28mm dan  fokal terpanjang adalah 280mm, sehingga lensa ini disebut dengan lensa zoom 10x (atau 280 dibagi 28). Lensa zoom memiliki kelebihan dalam hal kepraktisan karena dengan satu lensa bisa didapat berbagai variasi fokal lensa untuk berbagai kebutuhan fotografi dan perspektif yang diinginkan. Namun dalam hal ketajaman, lensa zoom memang tidak bisa menyamai lensa fix. Hal ini karena rumitnya susunan optik dalam lensa zoom sehingga berpotensi menurunkan ketajaman secara umum. Dalam lensa zoom, ketajaman pada fokal terpanjang dan fokal terpendek umumnya menurun.

Bukaan lensa (aperture)

Di dalam lensa kamera terdapat sebuah komponen mekanik yang dinamakan aperture atau diafragma, yang berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke lensa. Diafragma tersusun atas sekumpulan lapisan logam tipis (blade) yang membentuk lingkaran iris dan ukuran lubangnya bisa dibuat membesar atau mengecil. Pengaturan masuknya cahaya dilakukan dengan mengubah besarnya bukaan diafragma dari bukaan terbesar hingga terkecil dalam satuan f-number. Bukaan besar dinyatakan dalam f-number kecil, dan sebaliknya bukaan kecil dinyatakan dalam f-number besar. Lensa dengan bukaan besar memiliki kemampuan memasukkan cahaya lebih banyak sehingga memungkinkan untuk pemakaian kecepatan shutter yang lebih tinggi.

Gambar di atas adalah bentuk diafragma lensa, dimana gambar sebelah kiri menunjukkan bukaan kecil dan sebelah kanan menunjukkan bukaan besar.
Bukaan diafragma yang besar (misal f/1.4 atau f/1.8) lebih mudah diwujudkan dalam desain lensa fix. Maka itu mayoritas lensa fix memiliki bukaan diafragma yang besar yang juga punya keistimewaan dalam membuat blur alias out-of-focus pada latar. Namun tidak demikian halnya dengan lensa zoom, dimana untuk membuat lensa zoom dengan bukaan diafragma yang besar agak lebih sulit untuk dilakukan. Pada lensa zoom, bukaan maksimum yang umum dijumpai adalah f/2.8 meski kini mulai dijumpai ada kamera saku yang memiliki lensa yang bisa membuka amat besar hingga f/1.8.
Ditinjau dari desain aperturenya, lensa zoom sendiri terbagi atas dua kelompok :
  • - Lensa zoom bukaan konstan
  • - Lensa zoom bukaan variabel
Lensa zoom dengan bukaan konstan, misalnya lensa 24-70mm f/2.8 atau lensa 70-200mm f/4 menandakan kalau bukaan maksimum lensa ini pada posisi fokal berapapun adalah tetap. Jadi misal lensa 24-70mm f/2.8 akan mampu membuka sebesar f/2.8 pada posisi fokal 24mm hingga 70mm. Lensa semacam ini lebih sulit untuk dibuat, juga punya ukuran yang lebih besar dan berat, sehingga lensa jenis ini tergolong dalam lensa zoom kelas mahal.
Lensa zoom dengan bukaan variabel lebih mudah dan murah untuk dibuat, serta memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga ringkas dan ringan. Lensa jenis ini punya bukaan maksimal yang akan mengecil saat lensa di zoom dari posisi fokal terpendek ke fokal terpanjang. Untuk mengetahui bukaan maksimum lensa semacam ini bisa dilihat dari informasi yang ditulis pada lensa, misal lensa 18-105mm f/3.5-5.6 artinya lensa ini memiliki bukaan maksimal f/3.5 pada posisi fokal 18mm dan bukaan maksimal akan mengecil hingga menjadi f/5.6 pada posisi fokal 105mm. Meski tidak ditulis di lensa, sebenarnya bukaan minimum pun bisa mengecil saat lensa di zoom. Hal ini tergantung dari desain lensa, biasanya lensa yang memiliki bukaan minimum yang bisa mengecil saat lensa di zoom adalah lensa kamera SLR.
Karena dengan bukaan yang besar sebuah lensa bisa memasukkan cahaya lebih banyak sehingga memungkinkan untuk memakai kecepatan shutter yang lebih tinggi, maka lensa dengan bukaan besar biasa disebut dengan lensa cepat. Untuk lensa fix, karena bukaan maksimumnya umumnya besar, maka hampir semua lensa fix disebut dengan lensa cepat. Namun berhubung amat sulit untuk membuat lensa zoom dengan bukaan yang besar, maka lensa zoom dengan bukaan konstan f/2.8 sudah bisa disebut dengan lensa cepat. Kebanyakan lensa zoom kamera SLR yang memiliki ukuran kecil adalah lensa lambat karena memiliki bukaan yang kecil dan akan semakin mengecil saat lensa di zoom. 
Fitur Image Stabilizer

Beberapa lensa modern kini sudah dilengkapi dengan fitur image stabilizer yang berfungsi untuk meredam getaran yang terjadi saat kita memotret. Fitur ini menambahkan satu elemen lensa yang  berfungsi khusus untuk mengkompensasi getaran tangan yang terdeteksi oleh sensor, sehingga resiko gambar menjadi blur bisa dikurangi. Fungsi stabilizer sendiri diperlukan saat kamera dipakai memotret pada kecepatan shutter rendah atau saat memakai lensa tele.
Bila disimpulkan, penggolongan lensa bisa disusun berdasarkan :
Panjang fokal :
  • * Lensa wide
  • * Lensa normal
  • * Lensa tele
Jenis lensa :
  • * Lensa fix / prime (fokal tetap)
  • * Lensa zoom / vario yang terbagi lagi menjadi :
    • - Lensa zoom bukaan konstan
    • - Lensa zoom bukaan variabel
Desain aperture lensa :
  • * Lensa cepat (punya bukaan besar)
  • * Lensa lambat (punya bukaan kecil)
Selain dari penggolongan umum seperti di atas, masih terdapat lensa-lensa khusus yang digunakan untuk keperluan tertentu, seperti :
  • * Lensa fish-eye untuk sudut gambar ekstrim (180o)
  • * Lensa makro untuk memotret benda sangat dekat (perbesaran 1:1)
  • * Lensa Tilt and Shift untuk kebutuhan profesional (kendali perspektif)

MEMAHAMI PRINSIP AUTO FOKUS PADA KAMERA

MEMAHAMI PRINSIP AUTO FOKUS PADA KAMERA




Istilah fokus sesuai terminologi artinya titik tempat berkumpulnya sinar yang melalui sebuah optik atau lensa. Dalam fotografi, sebuah gambar yang fokus didapat dengan menempatkan kumpulan sinar pada satu titik yang tepat berada di film atau di sensor (disebut focal plane). Bila titik terbentuk di depan atau di belakang focal plane, maka gambar yang dihasilkan menjadi tidak terfokus atau out of focus.
Lensa kamera, seperti layaknya mata manusia, idealnya harus bisa memfokus pada benda yang berada dekat ataupun jauh dengan sama baiknya. Namun terdapat batas terdekat dimana lensa bisa mengunci fokus, sementara batas terjauh biasa disebut dengan infinity (tak terhingga). Dalam lensa kamera terdapat elemen optik yang bisa bergerak maju mundur untuk menyesuaikan jarak terhadap benda didepannya sehingga jatuhnya arah sinar tetap bisa terkumpul di focal plane. Perkecualian untuk kamera dengan lensa berjenis fix focus, dimana tidak ada elemen lensa yang bisa bergerak. Kamera dengan fix focus memakai aperture kecil dan lensa wide yang simpel untuk menghemat biaya seperti pada kamera ponsel.
Dahulu kala, lensa pada kamera itu memerlukan pengaturan fokus secara manual. Untuk mencari fokus, kita harus memutar ring fokus pada lensa dan melihat efeknya di jendela bidik untuk mendapatkan gambar yang paling tajam menurut penilaian kita. Untunglah pada akhirnya ditemukan teknologi auto fokus yang memudahkan kita dalam memotret. Dengan auto fokus, kamera secara otomatis menggerakkan elemen lensa untuk mendapat hasil terbaik, dalam waktu yang cukup singkat.
Pada kamera modern yang berteknologi digital, terdapat dua perbedaan prinsip kerja auto fokus tergantung jenis kameranya. Pada kamera DSLR, prinsip auto fokus masih sama seperti kamera SLR film dengan memakai prinsip deteksi fasa (phase detect) yang memakai modul terpisah. Sistem ini lebih rumit, mahal namun akurat dan sangat cepat. Pada kamera selain DSLR seperti kamera saku hingga kamera format baru seperti micro four thirds, prinsip auto fokus memakai deteksi kontras (contrast detect) yang lebih hemat biaya.
Prinsip deteksi kontras sebenarnya hadir di era digital yang cirinya mampu menampilkan preview gambar yang akan diambil melalui layar LCD. Apa yang muncul di LCD adalah apa yang diterima oleh sensor, sehingga biasa disebut live-view. Dengan live-view, banyak informasi yang bisa diolah sebelum foto diambil, sebutlah misalnya informasi warna (untuk pengaturan white balance), informasi terang gelap (untuk pengaturan eksposur) dan informasi kontras (untuk pengaturan auto fokus). Kamera DSLR modern yang sudah memiliki fitur live-view mengusung dua prinsip AF, baik berkonsep phase detect dan juga contrast detect. Dalam kondisi normal untuk kecepatan dan akurasi, kamera DSLR tentu memakai modul phase detect sebagai mode default-nya. Namun saat memakai live-view dengan objek yang diam (seperti foto makro), kita bisa memakai mode contrast detect dengan memanfaatkan fasilitas perbesaran di layar LCD, sehingga kita bisa lebih yakin kalau fokus yang diambil sudah pas.
Proses auto fokus dimulai saat tombol rana ditekan setengah. Saat itu kamera langsung menggerakkan elemen fokus di dalam lensa secara maju mundur untuk mendapat kontras terbaik dan memberi konfirmasi berupa bunyi ‘beep’ sebagai tanda sudah berhasil mendapat fokus. Proses keseluruhan ini memerlukan waktu antara kurang dari satu detik hingga beberapa detik. Pada DSLR, kecepatan auto fokus jauh lebih cepat dari kamera lainnya karena memakai modul AF khusus berprinsip phase detect. Namun apapun metodanya, ada beberapa hal yang menentukan kecepatan kamera dalam mencari fokus, diantaranya :
  • - Adanya kontras yang baik pada obyek yang akan difoto. Semakin rendah kontras dari obyek yang akan difoto maka kamera makin sulit untuk mendapatkan fokus yang tepat.
  • - Kondisi pencahayaan sekitar obyek harus cukup baik dan tidak gelap. Saat gelap kamera biasanya membantu auto fokus dengan menembakkan lampu AF assist beam.
  • - Pergerakan obyek yang akan difoto juga mempengaruhi, bila obyek bergerak terlalu cepat sulit bagi kamera untuk mengunci fokus.
Selain menekan tombol rana setengah, pada kamera kelas serius seperti kamera prosumer dan kamera DSLR, terdapat tombol AE-L / AF-L yang bisa dimanfaatkan untuk mengunci fokus. AE-L singkatan dari Auto Exposure - Lock, sementara AF-L singkatan dari Auto Focus - Lock. dalam setting yang lebih lanjut, tombol ini bisa dikustomisasi menjadi beberapa fungsi, misal sekaligus mengunci eksposur dan fokus, atau mengunci eksposur saja, mengunci fokus saja, dan mengunci fokus selama tombol ini ditekan (AF lock-hold). Pilihlah mana yang paling sesuai keinginan anda.
Pada awalnya dikenal auto fokus, kamera hanya memilih titik tengah obyek foto sebagai acuan fokus. Hal ini ternyata menyulitkan saat obyek justru tidak berada di tengah bidang foto. Maka itu kemudian dibuatlah zona fokus atau titik fokus yang tersebar di beberapa bidang foto. Umumnya kini terdapat setidaknya tiga zona fokus yaitu zona tengah (utama), zona kiri dan zona kanan. Semakin canggih kamera maka semakin banyak zona fokus yang tersedia sehingga mampu lebih fleksibel dan terhindar dari kesalahan penguncian fokus. Khusus modul AF pada kamera DLSR, tiap titik AF itu bisa berjenis cross type sensor alias sensor silang. Sensor seperti ini peka akan perbedaan kontras baik vertikal maupun horisontal. Titik AF di tengah sudah pasti berjenis cross type, sementara titik lainnya belum tentu. Semakin banyak titik AF berjenis cross type, makin mahal dan makin akurat kamera DSLR tersebut dalam mencari fokus.
Selain zona fokus, kini terdapat pilihan lebih lanjut pada mode auto fokus kamera, yaitu opsi AF servo mode. Pilihannya adalah stationer atau continuous, dan disesuaikan dengan kondisi obyek yang akan difoto. Mode stationer cocok dipilih untuk benda yang diam, dan mode ini cenderung jadi default pada kebanyakan kamera. Mode continuous akan mendeteksi gerakan obyek dan berusaha terus mengikuti kemana pun objek bergerak. Saat ini kamera DSLR sudah bisa mengunci fokus pada objek yang bergerak kiri kanan ataupun maju mundur (3D tracking AF).

5 Settingan Yang Harus Diperiksa Sebelum Mulai Memotret

5 Settingan Yang Harus Diperiksa Sebelum Mulai Memotret

Pernah tidak mengalami kejadian seperti ini?
  • Anda pulang dari acara memotret dan baru menyadari bahwa tadi di sepanjang pemotretan anda menggunakan ISO 1200, padahal acaranya dilaksanakan di siang bolong saat ISO 100 saja cukup
  • Anda baru menyadari bahwa anda menggunakan settingan white balance untuk mendung, padahal dari awal acaranya dilakukan diruangan dengan penerangan lampu neon
Kesalahan mendasar seperti ini membuat kita harus bersusah payah melakukan koreksi pada foto, kalau satu dua sih tidak masalah, kalau ratusan foto?. Okelah, mungkin dengan bantuan software kita bisa melakukan koreksi dengan relatif cepat, tapi bukankah lebih enak kalau kesalahan seperti ini bisa dihindari sejak awal.
Ada 5 hal mendasar yang harus selalu kita periksa sebelum jari kita memencet tombol shutter pertama kali. Silahkan:

1. Periksa Settingan White Balance Anda

Settingan White Balance
Gunakan settingan white balance yang sesuai dengan kondisi, atau kalau anda percaya dengan kamera, set white balance di posisi auto.

Memahami Pengertian White Balance

Setiap pemilik kamera digital atau handphone kelas menengah yang dilengkapi kamera, paling tidak pernah menemui istilah white balance. Jadi apa itu white balance? Kenapa harus peduli?
Oke mari kita bahas dengan cara yang gampang dan aplikatif.

White balance adalah aspek penting dalam dunia fotografi dan berpengaruh pada hasil akhir foto. Alasan kenapa kita perlu memahami white balance adalah karena kita ingin warna foto kita seakurat mungkin. Jadi, white balance berpengaruh terhadap warna foto.
Agar lebih jelas silahkan lihat contoh foto dibawah ini:

Ketiga foto diatas adalah foto yang identik, bahkan ketiganya berasal hanya dari satu foto. Saya hanya mengubah setting white balance-nya dan hasilnya: ketiganya sangat berbeda warnanya. Foto A tampak sangat kebiruan, foto B terlihat cukup normal dan foto C terlihat kekuning-kuningan.
Perhatikan warna cahaya lampu neon dan lampu bohlam, beda bukan? itu karena masing-masing neon dan bohlam memiliki ”temperatur warna“ yang berbeda. Cahaya yang kekuningan (bohlam) disebut hangat sementara cahaya yang kebiruan (neon) disebut dingin.
Alasan kenapa kamera memerlukan setting white balance adalah karena kita memotret dalam kondisi pencahayaan yang berubah-rubah. Mata telanjang kita adalah alat yang super canggih dan mampu beradaptasi (menyeimbangkan) terhadap perubahan warna cahaya, jadi kertas putih dimanapun akan tampak putih bagi kita. Namun kamera tidaklah secanggih mata, karena itu kertas putih belum tentu terlihat putih bagi kamera dalam warna pencahayaan yang berbeda.
Jadi tujuan setting white balance adalah memerintahkan kamera agar mengenali temperatur sumber cahaya yang ada. Supaya yang putih terlihat putih, merah terlihat merah dan hijau terlihat hijau, atau dengan kata lain agar kamera merekam warna obyek secara akurat dalam kondisi pencahaayan apapun.
Bagaimana Cara Setting White Balance?
Setiap kamera memiliki cara setting yang berbeda, oleh karena itu anda harus merujuk pada buku manual jika memang sejauh ini belum menemukan caranya. Anda bisa mencari buku manual kamera. Kalau anda masih bingung, gunakan mode auto white balance. Kamera mungkin tidak selalu benar namun paling tidak lebih banyak benar.
Preset
Anda juga bisa menggunakan preset jika memang tersedia di kamera anda:
  • Auto – kamera akan menebak temperatur warna berdasar program yang ditanam dari sononya oleh pembuat kamera. Anda bisa menggunakannya pada kebanyakan situasi, namun tidak disetiap situasi (misal: memotret saat sunset/sunrise)
  • Tungsten – disimbolkan dengan ikon bohlam. Karena itu cocok digunakan saat anda memotret di ruangan dengan sumber cahaya bohlam.
  • Fluorescent – disimbolkan dengan ikon lampu neon, gunakan saat memotret di ruangan dengan pencahayaan lampu neon.
  • Daylight – biasanya dengan simbol matahari, gunakan saat berada di bawah sinar matahari
  • Cloudy – disimbolkan dengan awan, gunakan saat memotret di cuaca mendung
  • Flash – simbolnya kilat, jika anda menggunakan lampu flash (strobe) gunakan preset ini.
  • Shade – biasanya simbolnya rumah atau pohon, gunakan saat memotret dalam rumah (siang hari) atau anda berada di daerah bayangan – bukan sinar matahri langsung.
Cara Setting White Balance Secara Manual
Beberapa kamera, terutama SLR dan prosumer, menyediakan fasilitas setting white balance manual. Setting manual adalah cara paling akurat jika kita bingung dengan temperatur warna sumber cahaya kita. Ini biasanya terjadi dalam pemotretan dengan sumber pencahayaan yang lebih kompleks (lebih dari satu jenis temperatur warna).

Kita bisa memanfaatkan kertas putih untuk tujuan ini. Set white balace mode di custom atau manual, kemudian arahkan kamera supaya membidik kertas ini kemudian jepret. Kamera akan mendeteksi warna putih dan menyimpan temperaturnya, akan muncul konfirmasi di layar LCD kamera kalau setting sudah OK.

2. Hidupkan Highlight Warning Kamera

Highlight Warning
Tips ini ampuh untuk menghindari foto yang overexposure. Highlight warning adalah penanda yang muncul di layar LCD kamera saat ada bagian foto yang terbakar alias overexposed.

3. Periksa Setting ISO

Settingan ISO
Settingan ISO menentukan seberapa peka sensor kamera kita terhadap cahaya, makin tinggi angkanya semakin peka. Kalau tadi malam anda memotret pesta ulang tahun teman anda di restoran, pastinya ISO yang digunakan akan berbeda dengan setting ISO saat akan digunakan untuk memotret acara gerak jalan dikantor. Mari Baca lebih jauh mengenai ISO....

Memahami Konsep ISO
Secara definisi ISO adalah ukuran tingkat sensifitas sensor kamera terhadap cahaya. Semakin tinggi setting ISO kita maka semakin sensitif sensor terhada cahaya.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang setting ISO di kamera kita (ASA dalam kasus fotografi film), coba bayangkan mengenai sebuah komunitas lebah. Sebuah ISO adalah sebuah lebah pekerja. Jika kamera saya set di ISO 100, artinya saya memiliki 100 lebah pekerja. Dan jika kamera saya set di ISO 200 artinya saya memiliki 200 lebah pekerja.

Tugas setiap lebah pekerja adalah memungut cahaya yang masuk melalui lensa kamera dan membuat gambar. Jika kita menggunakan lensa identik dan aperture sama-sama kita set di f/3.5 namun saya mengeset ISO saya di 200 sementara anda 100 (bayangkan lagi tentang lebah pekerja), maka gambar punya siapakah yang akan lebih cepat selesai?

Secara garis besar, saat kita menambah setting ISO dari 100 ke 200 ( dalam aperture yang selalu konstan – kita kunci aperture di f/3.5 atau melalui mode Aperture Priority – A atau Av) , kita mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan sebuah foto di sensor kamera kita sampai separuhnya (2kali lebih cepat), dari shutter speed 1/125 ke 1/250 detik. Saat kita menambah lagi ISO ke 400, kita memangkas waktu pembuatan foto sampai separuhnya lagi:1/500 detik. Setiap kali mempersingkat waktu esksposur sebanyak separuh , kita namakan menaikkan esksposur sebesar 1stop.

Anda bisa mencoba pengertian ini dalam kasus aperture, cobalah set shutter speed kita selalu konstan pada 1/125 (atau melalui mode Shutter Priority – S atau Tv), dan ubah-ubahlah setting ISO anda dalam kelipatan 2; missal dari 100 ke 200 ke 400 …dst, lihatlah perubahan besaran aperture anda.

4. Periksa Setting Ukuran dan Format Foto

Ukuran foto
Memotret ribuan foto sekaligus, seperti misalnya saat anda hunting di kebun binatang, tentunya membutuhkan pengaturan ukuran foto yang berbeda dibandingkan memotret keluarga di studio misalnya, apalagi jika kartu memori yang anda miliki kapasitasnya berbeda.
Format foto, apakah harus memilih JPG atau RAW juga wajib dipertimbangkan sebelum sesi foto anda dimulai.

RAW vs JPEG: Format Mana Yang Lebih Baik?

Pengguna kamera digital SLR atau Saku tingkat lanjut (prosumer) sering dihantui pernyataan mendasar sebelum memulai pemotretan: format file apakah yang akan saya pilih, JPEG/JPG ataukah RAW?
Artikel ini akan membahas secara singkat dan mudah (dijamin tidak ada persamaan matematika dan fisika) beda diantara keduanya.  image
Pada dasarnya kebanyakan kamera bekerja dengan cara seperti ini: Saat kita memencet tombol shutter, kamera akan merekam data mentah yang diterima sensor (baca RAW). Berdasar data ini, software di dalam kamera akan memutuskan beberapa parameter, misalnya seberapa jauh foto perlu dipertajam, setting white balance mana yang sesuai, berapa level eksposur yang dipakai, seberapa besar saturasi warna-nya dan seberapa besar beda kontrasnya dll. Hasil pengolahan data oleh software di dalam kamera ini selanjutnya dikirim ke memory card dalam bentuk file JPEG.

Sudah paham bedanya kan?
Ya, RAW adalah data mentah yang langsung ditangkap sensor sedangkan JPEG adalah data matang yang sudah diolah oleh software kamera. Jika kita memutuskan untuk memilih format RAW, berarti kita memerintahkan kamera untuk langsung mengirim data mentah dari sensor ke memory card. Dan kalau kita memilih format JPEG, berarti kita memerintahkan kamera untuk memproses data dari sensor terlebih dahulu sebelum mengirim ke memory card.

Kenapa harus ada format RAW?
Bagi sebagian besar penggemar fotografi, hasil olahan kamera seringkali sudah cukup bagus. Namun bagi kalangan profesional dan hobiis serius, mereka tidak rela kamera mengotak-atik foto yang mereka jepret. Format RAW membuat kita bisa mengubah-ubah parameter pemotretan sesuka kita. Dengan bantuan software pengolah RAW (photoshop, lightroom, GIMP, ACDSee dll), kita bisa mengubah nilai eksposur, white balance, saturasi sampai kontras  untuk kemudian menyimpannya dalam format yang lain: JPG atau TIFF.
Keuntungan memakai RAW?
  • Kita bisa mengotak – atik file mentah menjadi foto matang sesuai keinginan kita.
  • Opsi pengolahan foto menjadi jauh lebih banyak sehingga mereka yang berjiwa super kreatif lebih terpuaskan
  • Informasi yang tersimpan lebih banyak  (jika anda memilih JPEG, kamera akan menghilangkan sebagian kecil data untuk memperkecil ukuran file dan mempercepat  proses pengolahan)
  • Kualitas foto secara keseluruhan lebih baik, ini berkaitan dengan adanya kompresi jika memakai JPEG
Kerugian memakai RAW?
  • Memakan kapasitas hardisk dan memory card. Karena tidak ada proses kompresi, maka ukuran file RAW jauh lebih besar dibanding JPEG (sekitar 3 sampai 4 kali lebih besar)
  • Memakan waktu lebih banyak. Baik selama pemotretan (mengurangi kecepatan kamera terutama dalam mode burst) maupun selama pengolahan di komputer (karena ukuran file-nya).
Jadi Format Apa Yang Sebaiknya Dipilih?
  • Jika anda punya hardisk diatas 500GB, memory card minimal 4GB dan sedang memotret moment (atau orang atau tempat) yang istimewa, pilihlah mode RAW
  • Jika anda sedang memotret hal “biasa” atau butuh memotret berondongan (burst), atau hanya memiliki kapasitas hardisk dan memory card pas-pasan, pilihlah mode JPEG.
  • Atau ambil jalan tengah jika anda punya kapasitas hardisk dan memory card yang berlebih: pilih mode RAW + JPEG (kamera akan menyimpan 2 format sekaligus)
Catatan:
  1. Format file JPEG juga mengijinkan pengolahan foto yang lumayan banyak, hanya hasil dan cakupannya tidak seluas dan sebaik RAW.
  2. Tersedia juga format TIFF, namun sebaiknya tidak perlu dipakai karena ukuran file-nya yang segede gajah

5. Periksa Settingan Mode Ekspposur Kamera

Setting mode eksposure
Dalam kamera SLR atau pocket, biasanya tersedia beberapa pilihan untuk mode eksposur yang anda pilih: Manual-Aperture Priority-Shutter Priority-Mode Program-dan beberapa preset bawaan kamera. Pastikan anda sudah mengetahui mode mana yang akan anda pilih mengenai mode eksposur dan beberapa preset.

Memahami Mode Auto dan Scene Pada Kamera Digital

Artikel ini memberikan gambaran garis besar dan karakteristik mode pengoperasian auto dan scene pada kamera digital anda (rata-rata kamera saku dan SLR pemula selalu menyertakan kedua mode ini). Mode auto saat ini sudah lumayan handal untuk sekedar menghasilkan foto yang benar. Dan mode scene merupakan jalan tengah bagi fotografer yang ingin menambah kreativitas namun malas menggunakan mode manual.
Apakah dengan itu kita tidak perlu memahami mode manual? jawabannya tergantung sejauh mana kepentingan pemotret. Namun yang jelas mode manual menawarkan fleksibiltas dan kreativitas dalam menghadapi situasi apapun dan dalam menghasilkan foto yang benar-benar sesuai dengan kehendak artistik kita. Karena foto yang benar belum tentu foto yang baik.

Untitled-1 Oke mari kita kembali ke mode auto dan mode scene yang paling banyak digunakan:
  1. Mode Auto (A)Tidak perlu penjelasan apapun, pada intinya kita percayakan pemilihan keseluruhan setting (shutter-aperture-ISO-White Balance & Flash jika ada) pada otak di kamera. Kamera akan berusaha menebak karakteristik seluruh obyek dalam frame serta kondisi cahayanya lalu menentukan semua besaran setting diatas. Mode ini efektif untuk pemula, tetapi hanya menghasilkan foto yang benar namun bukan luar biasa
  2. Mode Portrait (biasa dilambangkan dengan ikon dengan kepala wanita)Kamera akan memilih DOF yang sempit (angka aperture sekecil-kecilnya) sehingga obyek yang di foto akan terisolasi dari background, sehingga ruang fokus hanya akan berada pada subyek saja sementara background terlihat kabur.
  3. Mode Macro (biasa dilambangkan dengan ikon bunga)
    Mode ini diperlukan saat kita ingin mengambil foto benda-benda kecil dari jarak dekat (close-up). Dengan mode ini, kita bisa mendekatkan  ujung lensa sedekat-dekatnya (biasanya antara 2-8 cm dari obyek) sehingga benda sekecil apapun akan terlihat cukup besar dan detail. Dalam jarak sedekat ini, kita harus mengusahakan agar bidang obyek yang difoto sejajar dengan kamera, dan sebisa mungkin menggunakan tripod sehingga hasilnya tajam dan bidang fokusnya cukup.Akan saya pakai saat:
    -    Saya memotret bunga, serangga, kupu-kupu, atau uang koin. Atau,
    -    Saya akan memotret makanan sehingga memenuhi seluruh frame foto saya
  4. Mode Sport (biasa dilambangkan dengan ikon orang berlari)Mode ini dirancang untuk membekukan gerakan. Di mode ini, kamera akan memperkecil shutter speed sekecil mungkin sehingga ketika membidik subyek bergerak  foto yang dihasilkan akan tetap tajam. Flash akan dimatikan dan hanya bekerja saat cahaya cukup. Akan saya gunakan ketika:-    Saya memotret anak saya yang sedang menggiring bola -    Saya akan memotret sebuah mobil yang sedang melaju
  5. Mode landscape (biasa dilambangkan dengan ikon gunung)Mode ini adalah kebalikan dari mode portrait. Kamera akan menggunakan angka aperture sebesar mungkin, sehingga bidang fokus foto (Depth of Field – DOF) bisa seluas mungkin. Dengan begitu  keseluruhan bagian foto dalam frame akan tajam. Sesuai namanya, mode ini didesain dipakai saat kita memotret pemandangan alam, namun juga bisa digunakan saat memotret orang namun kita ingin background tetap terlihat tajam. Saya gunakan mode landscape saat:-    Memotret terasiring yang indah di Bali -    Memotret 10 orang yang berpose didepan Candi Borobudur
  6. Mode Night (dilambangkan dengan ikon bintang atau bulan)Mode ini didesain untuk bekerja dalam kondisi cahaya yang minim, baik saat malam maupun kita berada dalam ruangan yang remang.  Kamera akan menaikkan ISO supaya dalam kondisi remang-pun sensor masih mampu menangkap cahaya dengan baik, mode ini juga berusaha membuat shutter speed yang lebih lama sehingga gambar tidak terlalu kabur dan biasanya secara otomotis flash bawaan kamera akan ikut menyala. Saya memakai night mode saat:-    Mengambil foto dalam sebuah pesta malam -    Memotret jalanan dimalam hari
  7. Mode Beach / Snow Menyeimbangkan eksposur supaya putih-nya salju atau pasir pantai tidak kehilangan detailnya dan juga tidak terlalu pucat dengan menaikkan eksposur. White balance diset di sinar matahari.
  8. Mode Fireworks Tanpa flash, shutter speed diset lumayan lama untuk merekam pergerakan percikan kembang api dengan baik. Mode ini sebaiknya diimbangi dengan memakai alat bantu untuk menstabilkan kamera supaya tidak goyang, misal tripod.pno
  9. Mode Panorama  memotret urutan foto yang nantinya akan digabung sebagai panorama


Lakukan 5 persiapan diatas, maka acara hunting, sesi memotret maupun iseng-iseng memotret acara di sekitaranda akan lebih lancar dan anda juga akan terlihat lebih profesional.

Optimalkan setting manual pada kamera anda

Optimalkan setting  manual pada kamera anda

 

Biasa jadi semenjak pertama seseorang membeli kamera digital, mode yang senantiasa dipakainya untuk memotret adalah mode AUTO. Alasan pertama karena mode ini memang menjadi mode yang paling mudah dipakai dan relatif bisa diandalkan pada berbagai macam situasi tanpa takut hasil fotonya akan mengecewakan. Alasan kedua mungkin karena kebetulan pada kamera digital itu hanya tersedia mode AUTO saja, sehingga ‘terpaksa’ tidak bisa berkreasi lebih jauh dengan mode manual. Memang pada umumnya kamera digital berjenis point-and-shoot dirancang amat simpel dan tidak dilengkapi dengan banyak fitur manual layaknya kamera prosumer. Namun bagi anda yang memiliki kamera dengan fitur manual, masihkah anda tetap memakai mode AUTO setiap saat?
Artikel ini akan mengajak anda untuk mengoptimalkan fitur-fitur manual yang ada pada kamera digital anda. Sebagai langkah awal, pertama tentunya adalah kenali dulu fitur manual apa saja yang tersedia di kamera anda, mengingat tiap kamera memiliki spesifikasi yang berbeda. Coba kenali dan periksa kembali spesifikasi kamera anda, akan lebih baik bila semua fitur manual di bawah ini tersedia pada kamera anda :
  • Manual sensitivity/ISO, artinya pada kamera tersedia pilihan untuk menentukan nilai sensitivitas sensor/ISO mulai dari AUTO, 100, 200, 400 hingga 1600. Ada kamera yang bahkan untuk menentukan nilai ISO sepenuhnya adalah AUTO, ada kamera yang nilai ISO terendahnya di 50, dan ada kamera yang sanggup mencapai ISO amat tinggi (3200, 6400 hingga 10000). Artikel soal ISO ini pernah saya buat disini.
  • Advance Shooting Mode : P (Program), A (Aperture Priority), S (Shutter Priority), M (Manual). Lebih lanjut akan kita bahas nanti.
  • Exposure Compensation (Ev), digunakan untuk mengkompensasi eksposure ke arah terang atau gelap. Apabila eksposure yang ditentukan oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita, fitur ini dapat membantu. Naikkan Ev ke arah positif untuk membuat foto lebih terang dan turunkan untuk mendapat foto yang lebih gelap. Biasanya tingkatan/step nilai Ev ini dibuat dalam kelipatan 1/3 atau 1/2 step.
  • Manual focus, suatu fitur yang tidak begitu banyak dijumpai di kamera saku. Berguna apabila auto fokus pada kamera gagal mencari fokus yang dimaksud, seperti pada objek foto yang tidak punya cukup kontras untuk kamera mengunci fokus (karena kerja auto fokus kamera berdasar pada deteksi kontras).
  • Manual White Balance, untuk mendapatkan temperatur warna yang sesuai dengan aslinya. Bermacam sumber cahaya yang berlainan sumbernya memiliki temperatur warna (dinyatakan dalam Kelvin) berbeda-beda, sehingga kesalahan dalam mengenal sumber cahaya akan membuat warna putih menjdi terlalu biru atau terlalu merah. Umumnya semua kamera digital termasuk kamera ponsel telah memiliki fitur auto White Balance yang bisa beradaptasi pada berbagai sumber cahaya. Namun sebaiknya kamera anda memiliki keleluasaan untuk mengatur White Balance secara manual seperti Daylight, Cloudy, Tungsten, Flourescent dan manual adjust.
  • Flash intensity level, berguna untuk mengubah-ubah kekuatan cahaya dari lampu kilat pada kamera. Hal ini kadang berguna saat hasil foto yang diambil dengan lampu kilat ternyata terlalu terang atau justru kurang terang.
Fitur manual manakah yang paling berdampak langsung pada kualitas hasil foto? Karena fotografi adalah permainan cahaya (exposure) dimana tiga unsur pada kamera yang menentukan adalah Shutter speed (kecepatan rana), Aperture (diafragma) dan ISO, maka fitur manual paling penting menurut saya adalah fitur manual P/A/S/M dan fitur manual ISO (sejauh yang saya amati, apabila sebuah kamera telah memiliki fitur P/A/S/M, maka kamera tersebut juga telah memiliki fitur manual ISO). Pada prinsipnya, kamera (dan fotografer) akan berupaya untuk menghasilkan sebuah foto yang memiliki eksposure yang tepat. Artinya, foto yang dihasilkan semestinya tidak boleh terlalu gelap atau terlalu terang. Gelap terangnya foto yang dibuat oleh kamera ditentukan dari ketiga faktor tadi, dimana :
  • shutter bertugas mengatur berapa lama cahaya akan mengenai sensor (atau film pada kamera analog), dinyatakan dalam satuan detik. Semakin singkat kecepatan shutter maka semakin sedikit cahaya yang masuk, dan demikian pula sebaliknya. Biasanya kamera memiliki kecepatan shutter mulai dari 30 detik hingga 1/4000 detik.
  • aperture memiliki tugas mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke lensa (dengan memperbesar atau memperkecil ukuran difragma), dinyatakan dalam f-number berupa skala pecahan mulai yang terbesar hingga terkecil (contoh : f/2.8, f/3.5, f/8 dsb). Nilai f-number kecil menandakan bukaan diafragma besar, sedang nilai f besar menunjukkan bukaan diafragma kecil. Nilai maksimum dan minimum dari diafragma suatu kamera ditentukan dari lensanya, dan nilai ini akan berubah seiring dengan perubahan jarak fokal lensa.
  • ISO menentukan tingkat sensitivitas sensor terhadap cahaya sehingga semakin tinggi nilai ISO maka sensor akan semakin peka terhadap cahaya meski dengan resiko meningkatnya noise pada foto. Faktor ISO ini menjadi pelengkap komponen eksposure selain shutter dan aperture, terutama saat kombinasi shutter dan aperture belum berhasil mendapatkan nilai eksposure yang tepat.
Pada kamera terdapat suatu alat ukur cahaya yang fungsinya amat penting dalam menentukan eksposure yang tepat. Alat ukur ini dinamakan light-meter, fungsinya adalah untuk mengukur cahaya yang memasuki lensa, biasa disebut dengan metering (biasanya terdapat dua macam pilihan metering pada kamera, yaitu average/multi segment/matrix dan center weight/spot). Hasil pengukuran ini dikirimkan ke prosesor di dalam kamera dan digunakan untuk menentukan berapa nilai eksposure yang tepat. Setidaknya inilah cara kerja semua kamera yang diopersikan secara otomatis melalui mode AUTO.
Tidak semua foto yang diambil memakai mode AUTO memberikan hasil eksposure yang memuaskan. Terkadang nilai shutter dan aperture yang ditentukan secara otomatis oleh kamera tidak sesuai dengan keinginan kita. Untuk itu keberadaan fitur manual P/A/S/M dapat membantu mewujudkan kreatifitas kita dan pada akhirnya bisa membuat foto yang lebih baik.
Inilah hal-hal yang bisa anda lakukan dengan fitur manual eksposure P/A/S/M pada kamera anda :
  1. Program mode (P). Huruf P disini kadang artinya diplesetkan sebagai ‘Pemula’ karena sebenarnya di mode ini hampir sama seperti memakai mode AUTO (oleh karena itu mode P ini relatif aman untuk dipakai sebagai mode standar sehari-hari). Bila pada mode AUTO semua parameter ditentukan secara otomatis oleh kamera, maka pada mode P ini meski kamera masih menentukan nilai shutter dan aperture secara otomatis, namun kita punya kebebasan mengatur nilai ISO, white balance, mode lampu kilat dan Exposure Compensation (Ev). Tampaknya tidak ada yang istimewa di mode P ini, tapi tunggu dulu, beberapa kamera ada yang membuat mode P ini lebih fleksibel dengan kemampuan program-shift. Dengan adanya program-shift ini maka kita bisa merubah variasi nilai pasangan shutter-aperture yang mungkin namun tetap memberikan eksposure yang tepat (konsep reciprocity) . Bila kamera anda memungkinkan program-shift pada mode P ini, cobalah berkrerasi dengan berbagai variasi pasangan nilai shutter-aperture yang berbeda dan temukan perbedaannya.
  2. Aperture-priority mode (A, atau Av). Mode ini optimal untuk mengontrol depth-of-field (DOF) dari suatu foto, dengan cara mengatur nilai bukaan diafragma lensa (sementara kamera akan menentukan nilai shutter yang sesuai). Aturlah diafragma ke bukaan maksimal (nilai f kecil) untuk mendapat foto yang DOFnya sempit (objek tajam sementara latar belakang blur) dan sebaliknya kecilkan nilai diafragma (nilai f tinggi) untuk mendapat foto yang tajam baik objek maupun latarnya. Biasanya pada lensa kamera saku, bukaan diafragma maksimal di f/2.8 (pada saat wide maksimum) dan bukaan terkecil berkisar di f/9 hingga f/11 (tergantung spesifikasi lensanya). Namun dalam situasi kurang cahaya, memperkecil diafragma akan membuat eksposure jadi gelap, untuk itu biarkan nilai diafragma pada posisi maksimal saat memotret di tempat yang kurang cahaya.
    Aperture priority modeAperture priority mode pada DSLR
  3. Shutter-priority mode (S, atau Tv). Mode ini kebalikan dari mode A/Av, dimana kita yang menentukan kecepatan shutter sementara kamera akan mencarikan nilai bukaan diafragma yang terbaik. Mode ini berguna untuk membuat foto yang beku (freeze) atau blur dari benda yang bergerak. Dengan memakai shutter amat cepat, kita bisa menangkap gerakan beku dari suatu momen olahraga, misalnya. Sebaliknya untuk membuat kesan blur dari suatu gerakan (seperti jejak lampu kendaraan di malam hari) bisa dengan memakai shutter lambat. Memakai shutter lambat juga bermanfaat untuk memotret low-light apabila sumber cahaya yang ada kurang mencukupi sehingga diperlukan waktu cukup lama untuk kamera menangkap cahaya. Yang perlu diingat saat memakai shutter cepat, cahaya harus cukup banyak sehingga hasil foto tidak gelap. Sebaliknya saat memakai shutter lambat, resiko foto blur akibat getaran tangan akan semakin tinggi bila kecepatan shutter diturunkan. Untuk itu gunakan fitur image stabilizer (bila ada) atau gunakan tripod. Sebagai catatan saya, nilai kecepatan shutter mulai saya anggap rendah dan cenderung dapat mengalami blur karena getaran tangan adalah sekitar 1/30 detik, meski ini juga tergantung dari cara dan kebiasaan kita memotret serta posisi jarak fokal lensa. Pada kecepatan shutter sangat rendah di 1/8 detik, pemakaian stabilizer sudah tidak efektif lagi dan sebaiknya gunakan tripod.
  4. Manual mode (M). Di level mode full-manual ini, fotograferlah yang bertugas sebagai penentu baik nilai shutter dan aperture. Light-meter pada kamera tetap berfungsi, namun tidak digunakan untuk mengatur nilai eksposure secara otomatik melainkan hanya sebagai pembanding seberapa jauh eksposure yang kita atur mendekati eksposure yang diukur oleh kamera. Di mode ini dibutuhkan pemahaman akan eksposure yang baik, dalam arti fotografer harus mampu untuk mengenal kondisi cahaya pada saat itu dan dapat membayangkan berapa nilai shutter dan aperture yang diperlukan. Bila variasi kedua parameter ini tidak tepat, niscaya foto yang dihasilkan akan terlalu terang atau terlalu gelap. Namun bila sukses memakai mode manual ini, kita bisa mendapat foto yang memiliki eksposure yang baik melebihi foto yang diambil dengan mode AUTO, Program, Aperture-priority ataupun Shutter-priority. Contohnya pada saat mengambil foto sunset di pantai dimana dibutuhkan feeling yang tepat akan eksposure yang diinginkan.
Dengan memahami fungsi-fungsi dari sitting manual pada kamera, diharapkan kita mau mencoba-coba berkrea dengan setting tersebut dan mendapat hasil yang memuaskan. Selamat berkeria