Cara menilai kualitas lensa kamera DSLR
12 December 2009
16,161 views
9 Komentar
Banyak
sekali mereka yang ingin tahu bagaimana caranya menilai kualitas lensa
dari kamera DSLR. Hal ini memang wajar mengingat lensa yang berkualitas
adalah jaminan hasil foto yang maksimal dan akan semakin penting bila
foto yang anda hasilkan adalah untuk dikomersilkan. Bila anda memulai
dunia DSLR dengan kamera plus lensa kit, bisa jadi anda merasa penasaran
untuk mencari lensa lain yang kualitasnya lebih baik. Masalahnya,
ternyata bukan hal yang mudah untuk mendapatkan lensa yang kita idamkan.
Begitu banyak pilihan, ditambah berbagai istilah yang membingungkan,
hingga deviasi harga yang sangat lebar, membuat niat mencari lensa
idaman bisa menjadi ciut. Tapi jangan kuatir, kami hadirkan artikel ini
untuk membantu anda mengenali cara untuk menilai kualitas lensa.
Teknologi digital dalam fotografi
membuahkan generasi kamera baru dengan sensor beresolusi tinggi. Saat
ini kamera dengan resolusi sensor 10 juta piksel pun bisa dianggap
ketinggalan jaman, bahkan peningkatan resolusi di kamera DSLR khususnya
jenis sensor full-frame sudah mendekati resolusi sensor kamera
medium format dengan resolusi diatas 20 juta piksel. Dibutuhkan lensa
yang mampu mengimbangi tingginya resolusi sensor sehingga syarat utama
lensa berkualitas adalah ketajaman lensa. Di atas kertas, di lab
pengujian, kita mengenal adanya MTF chart alias grafik kontras
dan ketajaman lensa menurut versi si produsen. Penjelasan yang rumit
mengenai MTF ini bakal membuat kening kita berkerut sehingga kita
sederhanakan saja bahwa grafik MTF dibuat untuk mewakili karakter optik
lensa secara umum dan lensa yang tajam semakin diperlukan untuk
mengimbangi tingginya resolusi kamera digital masa kini.
Untuk menilai kualitas lensa, kami
asumsikan anda sudah mengetahui jenis lensa apa yang akan dinilai,
misalnya dari jenis lensa yaitu lensa fix atau lensa zoom, dan dari
desain diafragma lensa yaitu lensa cepat (bukaan besar) dan lensa lambat
(bukaan kecil). Anda juga kami anggap sudah mengerti akan fokal lensa
yang akan dinilai, apakah itu lensa wide, lensa normal, lensa tele, zoom
wide, zoom normal, zoom tele atau all-round zoom. Baiklah, kita lanjut
saja.
Penilaian dasar lensa secara umum bisa saja disederhanakan pada unsur :
- bukaan diafragma (semakin besar semakin bagus/cepat)
- rentang fokal (semakin lebar semakin bagus/useful)
- banyaknya fitur (stabilizer, motor mikro dsb)
- elemen optik tambahan (lensa ED, coating khusus dsb)
- material lensa (plastik/logam, weather sealed atau tidak dsb)
Meskipun untuk menilai lebih jauh
mengenai lensa kita perlu meninjau sedikit lebih dalam dari setiap lensa
yang kita idamkan, diantaranya :
- bagaimana kinerja auto fokus (akurasi, kecepatan dan kehalusan)
- bagaimana rasanya saat lensa zoom diputar
- bagaimana desain ring manual fokus dan akurasinya
- bagaimana indikator posisi zoom dan fokus tampak jelas dan mudah dibaca
- apakah bagian depan lensa ikut berputar saat mencari fokus
- bagaimana kemampuan makronya, dan jarak fokus terdekatnya
Dan pada akhirnya, kualitas optiklah
yang menjadi faktor penentu bagus tidaknya lensa DSLR yang kita nilai.
Berikut adalah faktor penting untuk menilai kualitas optik sebuah lensa :
- lensa yang baik punya ketajaman yang seragam di tengah dan di tepi (sebaliknya lensa jelek akan blur di bagian pojok/corner softness)
- lensa yang baik juga mampu menjaga ketajaman saat dipakai di posisi fokal berapa pun, dan bukaan diafragma berapa pun (kecuali saat memasuki batas difraksi lensa/bukaan sangat kecil)
- lensa yang baik juga punya tingkat keterangan yang sama baik di tengah atau di tepi (sebaliknya lensa jelek akan mengalami fall-off yang nyata/pojokan menjadi gelap)
- lensa yang baik sanggup mengatasi purple fringing dengan baik (chromatic aberration) dan lensa jelek akan kedodoran saat dipakai di area dengan perbedaan kontras tinggi, sehingga muncul penyimpangan warna keunguan
- lensa yang baik sanggup mengontrol distorsi dengan baik, garis tidak tampak melengkung kedalam atau keluar
- lensa yang baik punya kontras yang tinggi, hasil foto tidak pucat
- lensa yang baik bisa mengatasi flare dengan baik, yang terjadi saat lensa diarahkan ke cahaya terang
- lensa yang baik tidak merubah warna, biasanya lensa jelek punya coating yang menggeser warna ke arah merah atau biru
- lensa yang baik punya bokeh yang menawan, creamy dan out-of-focus pada background
Nah, ternyata bukan hal mudah untuk
mencari lensa idaman apalagi semakin mendekati ideal maka harga lensa
akan semakin sangat mahal. Untuk itu diperlukan pembatasan akan kriteria
lensa yang akan dibeli, semisal rentang fokal, harga (budget), jenis
diafragma lensa dan sebagainya. Tidak ada lensa ideal, semua lensa tentu
ada kompromi. Contoh :
- Lensa 18-55mm f/3.5-5.6 dan 17-55mm f/2.8 punya rentang fokal yang hampir sama tapi harganya bisa berbeda 12 kali lipat. Hal ini karena kemampuan lensa 17-55mm f/2.8 dalam memasukkan cahaya jauh lebih besar dan konstan di seluruh panjang fokal. Komprominya tentu adalah harga dan bobot/ukuran lensa itu sendiri. Contoh serupa terjadi untuk lensa 55-200mm f/4-5.6 dan lensa 70-200mm f/2.8
- Lensa 18-200mm f/3.5-5.6 tampak sanggup mengakomodir semua kebutuhan fokal fotografi umum dari wide hingga landscape, tapi komprominya adalah tidak mungkin didesain lensa seperti ini dengan bukaan konstan f/2.8 dan kalaupun bisa maka ukurannya bisa sebesar termos
- Lensa prime menawarkan ukuran yang ringkas, sekaligus bukaan diafragma yang besar dengan harga yang relatif murah. Namun bagi yang terbiasa memakai lensa zoom, maka memotret dengan lensa prime akan membuat repot karena fokal lensanya yang fix di posisi tertentu.
- Lensa wide punya keistimewaan sendiri dalam menampilkan perspektif berkesan luas, namun lensa wide perlu desain lensa yang rumit dengan resiko mengalami fall-off dan purple fringing, belum lagi distrosi yang pasti tidak bisa dihindari sehingga lensa wide tidak cocok untuk potret wajah.
- Lensa yang didesain khusus untuk sensor APS-C (Nikon DX atau Canon EF-S) punya diameter lebih kecil, ringkas dan kompak. Namun bila lensa ini dipasang di bodi full frame akan muncul vignetting. Membeli lensa full frame untuk bodi APS-C bisa jadi lebih ‘aman’ meski memang jadi menambah biaya dan belum tentu lensanya tersedia.
Itulah sajian kami kali ini. Meski tidak
mudah, tapi setidaknya diharapkan kita bisa mengetahui bagaimana
menilai bagus tidaknya sebuah lensa. Bila pada akhirnya kita dihadapkan
pada lensa yang biasa-biasa saja, kita masih bisa mengupayaakan
untuk membuat foto yang luar biasa. Bila ingin tajam, gunakan f/8 dan
lensa apapun akan memberi ketajaman maksimal. Pengujian dari pabrik,
fitur yang lengkap, spesifikasi tinggi dan kualitas optik yang tinggi
juga tidak akan menolong bila dasar fotografi yang kita kuasai belum
matang, semisal kendali eksposur, bermain komposisi dan kejelian mencari
momen yang tepat.
0 komentar:
Posting Komentar